Sabtu, 17 April 2010

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A. Latar belakang masalah

Pondok pesantren adalah salah suatu lembaga pendidikan pertama kali di Indonesia yang mengajarkan norma-norma ataupun nilai-nilai agama. Secara global banyak orang menilai bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang kuno, yang hanya mengedepankan hal-hal keagamaan saja.

Pada era modern ini pondok pesantren banyak mengalami kemunduran dari segala aspek, padahal peran pesantren di masyarakat sangatlah besar sehingga bangsa dan Negara ini mengalami banyak kemajuan yang di perankan oleh para alumnus pondok pesantren.

Sebagai generasi muda  yang mengetahui tentang arti pentingnya pendidikan pondok pesantren bagi diri kita, baik bangsa dan Negara maka kita harus memperjuangkan demi kemajuan umat. Sehingga pondok pesantren tidak dipandang  sebelah mata oleh semua orang.

 

 

BAB II

RUMUSAN MASALAH

 

1.      Apakah pondok pesantren itu ?

2.      Bagaimana Peran pesantren di masyarakat ?

3.      Budaya apakah yang di terapkan di pondok modern ?

4.      Pesantren yang membentuk masyarakat madani

 

           

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

      A. Pengertian Pondok Pesantren

Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang di dalamnya menerapkan pendidikan dan pengajaran, di lembaga inilah di ajarkan ilmu dan nilai-nilai agama

Pada santri. Pada tahap awal pendidikan di pesantren setuju semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama lewat kitab-kitab. Ilmu agama yang terdiri dari berbagai cabang di ajarkan dalam pesantren dalam bentuk hafalan ataupun musyawarah.

      Sebuah pesantren mempunyai kehidupan yang unik, karena di kehidupan pesantren terletak di komplek dengan lokasi yang umumnya terpisah dengan kehidupan di sekitarnya. Di dalam komlek tersebut ada tempat yang menjadi sentral semua kegiatan atau sebuah titik pusat kegiatan.tempat tersebut adalah sebuah masjid dimana di situlah tempat para santri berkumpul di setiap waktu shalat dan setelah shalat mereka mempelajari kitab-kitab atau ilmu-ilmu agama.[1]

      Ciri yang paling menonjol pada sebuah pesantren adalah pendidikan dan penanaman nilai agama kepada para santri lewat kitab-kitab. Dengan terjadinya perubahan di bidang   pendidikan pesantren  yang pada mulanya hanya berorientasi pada pendalaman agama semata mulai dimasukkan pelajaran umum dengan adanya pelajaran umum di maksudkan untuk dapat membuka cakrawala berpikir santri, selain itu santri dapat mengikuti ujian Negara agar setara dengan pendidikan pemerintah.[2]

      Pengertian pesantren menurut Soegarda Poerbakawatja :

      Pesantren berasal dari kata santri yang berarti orng yang belajar agama islam, maka pesantren mempunyai arti orang berkumpul untuk belajar agama islam.

      Ada juga yang mengartikan bahwa pesantren adalah suatu lembaga pendidikan islam Indonesia yang bersifat `` Tradisional ``. Untuk mendalami ilmu agama islam dan untuk di amalkan untuk pedoman hidup keseharian.

 

 

 

B. Peran Pesaantren di Masyarakat

      Pesantren mengemban beberapa peran utama sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan lembaga islam sekaligus berperan sebagai lembaga pendidikan  keagamaan, keilmuan , kepelatihan, pembangunan masyarakat dan sekaligus menjadi simpul budaya .

Peran pesantren diantaranya adalah :

 

  1. Lembaga Pendidikan

Perkembanga sebuah pesantren tidak mengubah cirinya sebagai lembaga pendidikan. Ciri inilah yang menjadikan pondok pesantren di butuhkan masyarakat. Sebagian besar pondok pesantren mendirikan madrasah , sekolah, dan kursus seperti lembaga pendidikan di luar selain pondok pesantren. Keteraturan di pondok pesantren karena ada pengajian yang materinya sesuai urutan isi dalam kitab. Hal ini di terpkan secara turun temurun membentuk  tradisi

Kurikuler yang terlihat dari standar-standar isi pengajar dan alumni dari pesantren tersebut.

            Salah satu contohnya adalah pondok modern Gontor Ponorogo, Pondok Modern Gontor Ponorogo memiliki paket dan jenjang yang pas, di mulai dari Kulliatul Mu`allimin Al-Islamiyah, sampai ke perguruan tinggi ISID (Institut Studi Islam Darussalam ). Penguasaan kebahasaan dan metodologis menjadi cirri khas rumpun pesantren ini. Pembekalan bahasa yang di tekankan untuk semua santri menjadikan metode pembelajaran efektif, sejak di rancang awal berjenjang dalam model kelas. Rumpun pesantren Gontor telah mencapai 179 pesantren di tanah air. [3] Ini merupakan prestasi kurikuler , Pengorganisasian masyarakat , dan lembaga yang membanggakan.

2.   Lembaga keilmuan.

3.    lembaga pelatihan.

4.    Lembaga pemberdayaan masyarakat.

5.    Lembaga bimbingan keagamaam

6.    Simpul budaya

 

C. Budaya Pondok Pesantren

         Pesantren dan budaya sudah seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Akan tetapi pesantren berwatak tidak larut atau menentang budaya di sekitarnya. Yang jelas pesantren selalu kritis sekaligus membangun relasi harmonis dengan kehidupan di sekelilingnya . Pesantren hadir sebagai sub-kultur, budaya sandingan yang bias selaras dengan budaya setempat sekaligus tugas menyuarakan prinsip syariat. Di situlah pesantren melaksanakan tugas dan mendapatkan tempat.

         Ukuran baik buruk dan beragam rujukan seni yang berkembang di masyarakat bias dikenali hubunganya dengan yang dikembangkan oleh pesantren, meskipun terdapat pelapisan di lihat dari kedekatanya dengan ajaran agama islam. Dalam pelapisan itu pesantren menempatkan diri di bagian tengah sebagai pelaku yang paling banyak berkecimpung dengan ajara agama, dengan kesenian yang lebih bercita rasa kekhusukan, sementara semakin jauh dari pesantren cita rasanya bergeser kea rah yang lebih popular. Contoh di jawa adalah seni rebana dengan syair berbahasa arab akrab untuk warga pesantren. Iringan musiknya lebih mengacuke kerajaan Demak atai Timur Tengah.

 

D. Pesantren dan Pembentukan Masyarakat Madani  

         Berdasarkan masyarakat madani yang telah diutarakan terdahulu dapat di jadikan acuan  guna untuk melihat sejauh mana pondok membentuk masyarakat yang di utarakan cirri-ciri masyarakat madani adil sebagai berikut :

1.Masyarakat robbaniyah

   Adalah masyarakat yang didasarkan atas dasar ketuhanan yang di landasi atas tiga pilar aqidah, syari`ah, dan akhlak. Titik tumpu pertama masyarakat pertama adalah lembaga pendidikan keagamaan aik secara teori maupun praktek. Secara teori para santri di ajarkan ilmu-ilmu agama baik bersumber dari kitab klasik atau dari      kitab  -kitab yang lain. Secara praktek mereka di wajibkan untuk mempraktikkan kehidupan beragama baik menyangkut aqidah, syari`ah, dan akhlak.

2.Masyarakat Demokratis dan Egulitarian

   Kehidupan santri sangat Demokratis dan Egulitarian. Mereka hidup tanpa di sekat oleh status sosial dan ekonomi. Muzakarah dan musyawara ilmu pengetahuan yang di kembangkan di pesantren adalah merupakan perwujudan dari Kehidupan Demokratis dan Egulitarian tersebut 

3.Hidup Toleran

   Salah satu dari kehidupan yang di kembangkan ialah  hidu bertoleransi sesama mereka, menghargai orang lain, mengembangkan hidup tenggang rasa, mengikis sikap-sikap egois, di tumbuhkan semangat persaudaraan. Sulit di bayangkan santri yang jumlahya ratusan bahkan ribuan di suatu pesantren apabila tidak memiliki sikap hidup tenggang rasa.

4.Berkeadilan

   Sikap berkaadilan ini timbul dari sikap kiai yang memberikan pendidikan, perhatian, serta kasih sayang yang sama kepada para santri. Santri di belakukan secara sama  tidak di bedakan dalam pendidikan, pengajaran, dan fasilitas. Bahkan juga dari segi hukuman yang di berikan tidak membeda-bedakan seseorang atas dasar status sosial dan ekonomi orang tuanya. Pendidikan seperti ini memiliki pengaruh yang besar kepada santri untuk menumbuhkan toleran yang adil.

5.Masyarakat Berilmu

Pesantren adalah lembaga untuk menimba ilmu. Tentu saja di pastikan bahwa pesantren tidak dapat di pisahkan dengan ilmu pada tahap awal (Pesantren salafi) mengembangkan ilmu naqliyah  (perennial knowledge), dinamika berikutnya pesantren berkembang (pesantren khalafi) Pada pesantren khalafi ini ilmu telah bervariasi dengan di ajarkanya ilmu-ilmu aqliyah (acquered knowledge) Disamping ilmu-ilmu naqliyah.[4]

 

 

 

           

           

 

BAB IV

KESIMPULAN

 

            Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang didalamnya menerapkan pandidikan dan pangajaran. Dilembaga inilah di ajarkan ilmu dan nilai-nilai agama kepada santri. Ciri menonjol pada sebuah pesantren ialah pendidikan dan penamaan nilai agama kepada para santri lewat kitab-kitab, dengan terjadinya perubahan dalam bidang pendidikan, awalnya pesantren hanya berorientasi dalam bidang pendalaman ilmu agama semata-mata mulai di masukkan nilai pelajaran umum.

            Pesantren menmpunyai peran utama sebagai lembaga pendidikan. Peran pesantren diantaranya sebagai lembaga pendidikan, keagamaan, keilmuan, kepelatihan pengembangan masyarakat dan ikut serta membangun dan mensejahterakan bangsa dan Negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

v     REFERENSI

 

1. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam, (Premada Media; Jakarta,2004 ) 26

2. Abdurrahman wahid , Pesantren Sebagai Subkultur, (LP3ES,Jakarta,1983)

3. Abdullah Syukri Zarkasi, gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta,                               

    Rajagrafindo Persada, 2005 ) 161

 



[1] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam, (Premada Media; Jakarta,2004 ) 26

[2] Abdurrahman wahid , Pesantren Sebagai Subkultur, (LP3ES,Jakarta,1983)

[3] Abdullah Syukri Zarkasi, gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2005 ) 161

[4] Ibid, 34-36

Sabtu, 12 September 2009

Pondok Modern Babussalam 

Kerjo Mojorejo Kebonsari Madiun
Rabu, 2008 Februari 27
Babussalam Kini  




Melanjutkan wacana kita ke PM.Babussalam...

Sampainya kaki ini melangkah persis didepan Syrkatu Tholabah tempat ini yang dulu ramai,terang sekarang sepi dan hanya ada satu lampu didepannya(kebetulan saya tahu keadaan dimalam hari...), ga ada lagi billboard "Koperasi Pelajar PM.....", hanya sebelahnya tetap saja kantor OPPM. dan sekarang didepannya ada beberapa arena mainan anak-anak Bustanul Athfal Babussalam... (Semoga Maju terus dalam mengembangkan Pendidikan Islam).

Sampailah aku didepan Gedung Jihad, ya gedung yang selama di Babussalam selalu menjadi ruang tidurku... dari masa judud sampai qudama dan qudama sekali.... gedung Jihad memang tidak banyak perubahan struktur bangunannya yang berubah adalah gedung ini makin sepi karena memang yang tinggal disana bisa dihitung dengan jari. (semoga tetap ramai dan gemuruh suara santri yang sedang belajar.....)



diposkan oleh Imanullah Ali Ubed pada 13:46 | 0 Komentar  
Jumat, 2008 Februari 22
SEKILAS SEJARAH PONDOK 

Sejarah Pondok Modern Babussalam adalah cermin masa depannya.Sudah selayaknya setiap penghuni maupun ALUMNI Pondok Modern Babussalam mengetahui akan sejarah pondoknya dari tahun ke tahun berikut suka dukanya,sehingga timbul dalam diri masing-masing rasa akan memiliki dan bertanggung jawab atas kelangsungan dan keberadaan plus maju mundurnya Pondok Modern Babussalam dimasa yang akan datang.

Pada tanggal 21 syawwal 1406 berketepatan 29 juni 1986,santri Hadi Martoyo BA (alm)mulai melangkahkan kaki untuk merintis sebuh Pondok Pesantren dengan diiringi BASMAlAH.Ketika itu beliau mengumpulkn masyarakat sekitar di musolah kecil yang merupakan cikal bakal sentral Pondok Pesantrennya dengan menyembelih kambing untuk mengadakan kenduri.ketika itulah ia menyampaikan cita-citanya kepada masyarakat sekitar,sekaligus mohon do'a restu untuk merintis sebuah Pesantren.

Dengan hanya bermodalkan niat yang ikhlas,santri Hadi Martoyo BA pun melaksanakan cita-citanya tanpa dukungan materi yang memadai.tapi beliau perecaya bahwa barang siapa berjuang dijalan Alloh niscaya Alloh senantiasa membantu dan melapangkan jalan perjunagannya.



diposkan oleh Imanullah Ali Ubed pada 22:13 | 0 Komentar  
Rabu, 2008 Februari 13
PONDOK MODERN BABUSSALAM 

Pondok Modern Babussalam Madiun Merupakan Pondok Alumni dari Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. PM Babussalam terletak di desa kerjo Kebonsari Kab Madiun, PM Babussalam didirikan oleh KH.Hadi Martoyo,BA (Alm) Beliau merupakan Alumni dari PM.Darussalam Gontor. Memulai dengan segelintir santri KH.Hadi Martoyo gigih menyiarkan Pendidikan Islam melalui wadah PM.Babussalam.



diposkan oleh Imanullah Ali Ubed pada 10:02 | 0 Komentar  
Selasa, 2008 Februari 12
Babussalam Kini (Bagian I) 



Salam alaikum....

Hari cerah membawah hati dan langkahku untuk mengunjungi Almamaterku PM.Babussalam, sebagai bentuk penyesalanku karena "baru" satu bulan yang lalu aku menerima kabar bahwa KH.Hadi Martoyo,BA meninggal dunia (Semoga Allah Menerima Amal Ibadah Beliau... Amin..) .

Sore beranjak gelap diiringi mendung dan angin sedikit kencang, saya tiba di dolopo segera saya menuju masjid setelah mendengar adzan, setelah melaksanakan sholat sebentar saya mengisi perut yang kosong (sejak siang belum makan....). Bergegas saya menuju ke pangkalan ojek untuk segera menuju ke PM.Babussalam.

Masya ALLAH saya sangat terkejut melihat pemandangan yang sungguh berbeda dengan apa yang saya lihat 15 thn yang lal.... Ya 15 tahun tepat pada tahun 1993 saya meninggal Pondok ini, Bagian penerimaan tamu tempat pertama yang saya kunjungi tepat di depan rumah Bapak Kyai Bangunan ini tidak Berubah tapi sangat tidak terawat, tempat dulu para santri mengambil paket dan kiriman uang dari Orang tua masing masing yang dulu rapi sekarang kosong, gelap dan berantakan.

Beranjak saya berjalan menikmati pemandangan yang sangat berbeda, saya mulai menghafalkan satu persatu nama gedung diBabussalam, Masjid Pondok tempat yang paling saya sukai tempat para santri berkumpul melakukan ibadah, belajar, diskusi dan sekedar berbincang, tidak ada perubahan yang signifikan terhadap masjid ini hanya beberapa dinding yang terlihat di perbaruhi karena sudah berumur. Didepan masjid dulu ada bangunan tempat bagian loundry yang seingat saya dulu dijaga oleh anak pasuruan bernama Sulhan Naim, sekarang hanya ada gubuk tempat menaruh matrial sisa pembangunan.

Agak ketimur dulu terdapat Cafetaria (Qiftir..) tempat ini selalu ramai dikunjungi santri yang membuat penjaganya Burhanuddin Jae dan Dzulkarnain selalu sibuk, sekarang menjadi kelas untuk Busthanul Athfal Babussalam.


Selasa, 08 September 2009

Konsep Pendidikan Dalam Islam 

(Telaah Pemikiran Syeh Muhammad Al-Nauqib Al-Attas, Te Concept of Education in Islam. Kuala Lumpur, Muslim Yaouth Movement of Malaysia, 1990)

 

Pembahasan mengenai tujuan dan sasaran sudah berkembang sejak lama, barangkali usianya sama panjangnya dengan usia manusia. Dialog tentang pendidikan sering dibahas secara periodik dalam sejarah manusia dengan pandangan yang saling berbeda dan tdak pernah menemukan soslusi yang ideal dan tepat untuk setiap zaman.

 

M.M. Syarif dalam Islamic and Education Studies (hal. 39-40), mengatakan bahwa pada awalnya, seperti Spartan System of Education, mengarahkan pendidikan untuk pengemabangan fisik, disiplin, kepatuhan, jiwa militer, nation spirit. Di Athena the teaching of Shopists, mengarahkan pendidikan pada kekeuatan persuasive, argumentasi dan keberhasilan hidup. Socrates, Plato, dan Aristoteles, menganggap pendidikin sebagai upaya untuk mengembangkan budaya intelektual, kebijaksanaan, dan keadilan. Al-Nizamiyah, memandang banhwa pendidikan perlu memberikan tekanan khusus pada pengetahuan agama agar manusia dapat mengetahui hak-hak, tanggung jawab sosial serta mengetahui tujuan hidupnya.

 

Buku The Concept of Educaton in Islam, karya Syeh M. Al-Nauqib AL-Al-Attas cukup menarik untuk dibaca, ia melihat kajian pendidikan dalam perspektif Islam seperti yang diawali Al-Nizamiyah.

 

Analisis Bahasa

Langkah awal yang digunakan oleh penulis lulusan McGill dan London ini dalam mengkaji pendidikan Islam adalah memahami The Scientific Nature of the Arabic Language, dengan alasan Bahasa Arab dipandang sebagai bahasa Islam disamping itu Bahasa Arab juga digunakan sebagai alat untuk pengembangan ilmu pengetahuan Islam serta memproyeksikan visi realitas suatu kebenaran. Alasan lainnya ialah bahasa merupakan sesuatu yang dapa dipengaruhi oleh perubahan semantic, sejarah, dan masyrakat, interpretasi yang relativ dan subjektif atas simbol-simbol bahasa.

 

Selain The Scientific Nature of the Arabic Language, ia juga menganggap perlu memahami The Semantic Field in the Concept of Islam, artinya penjelasan, pembatasan serta pengertian suatu istilah yang digunakan dalam konteks keIslaman harus clear, jelas dan distinc agar terhindar dari kerancuan pemahaman. Al-Jahir dalam bukunya “al-Kitab Al-Bukhala” memberikan suatu ilustrasi bahwa ketika mengunakan istilah bahil (bahl) dalam suatu tulisan ia dituntut untuk memberikan definisi serta batasan yang jelas dalam mengunakan istilah bakhil tersebut. baginya kata bakhil secara umum dapat digunakan pada manusia, hewan,dan lain-lain.

 

Pembahsan dalam bidang semantic diperlukan manakala kita mencoba melakukan islamisasi bahasa seperti mentransfer istilah education ke dalam khazanah bahasa Arab, artinya apakah education sama artinya dengan tarbiyah atau ta’dib atau ta’lim. Kajian semantic perlu dilakukan karena kata education, tarbiyah, dam ta’dib ta’lim memang memiliki arti yang saling berbeda bila dirujuk pada the root of the word atau The Semantic Field In The Concept of Islam.

 

Selain hal di atas , kajian semantic juga diperlukan untuk melihat kemurnian dan keotentikan makna suatu kata dan menghindarkan diri dari penyimpangan pemahaman arti sebagaimana yang pernah terjadi dalam dunia Islam. Leksiologist orientalis Barat menyatakan bahwa telah terjadi penipuan dan pembusukan Bahasa Arab ketika AL-Qur’an diturunkan dan pada periode awal ajaran Islam disebarkan di tanah Arab.

 

Visi Pendidikan Islam

Berbicara mengenai visi pendidikan Islam, Al-Attas melihat beberapa persoalan pokok yang saling berhubungan satu sama lainnya. Pembahasan ini dimulai dengan penjelasa apa yang dimaksud dengan pendidikan, masnusia, ilmu pengetahuan, tujuan pendidikan, dan transformasi istilah education ke kahazanah bahasa Arab.

 

Pembahsan mengenai pendidikan dan klarifikasi tujuan pendidikan tidak bisa terwujud dengan baik bila kajian tentang manusia da ilmu pengetuan tidak jelas. Berbicara mengenai pendidikan Islam, Professor dari of National University of Malaysia ini memulai dengan pertanyaan What is Education? Education is a prosess of installing something in to human being or Progressively installing something in to human.

 

A prosess of installing adalah bahasan yang berorientasi pada aspek metodologi dan sisitem pendidikan. Something, mengkaji persoalan yang berkaitan dengan content of education (knowladge atau ilmu pengetahuan). Dan man harus dilihat secara filosofis yakni to understand the philosophy of man in Islamic view.

 

Secara filosofis ia mengartikan man sebagai rasional animal atau (hayawan al-natiq) artinya manusia harus dipandang sebagai makhluk yang memiliki kapasitas untuk memformulasikan makna kata yang meliputi pendapat, membedakan, penjelelasan atau apa yang disebut rasionalitas. Menurut Al-attas, manusia berdasar kajian Islam adalah sejenis makhluk yang terdiri dari dua komponen yakni soul dan body. The soul adalah makhluk rasional dan the body adalah animal atau sebutan lainnya adalah spirit and matter. Manusia memiliki pengamatan spiritual dan rasional seperti the heart (qolb) dan intellect (aql) disamping itu ia juga mempunyai kemampuan lain yang berkaitan dengan physical, intellectual, spiritual vision, experience and consciousness atau kesadaran.

 

Sementara itu content of education sebagai elemen pokok yang ke dua dalam pendidikan harus mengacu pada knowledge atau ilmu pengetahuan. Untuk memahami knowledge Al-Attas kembali bertanya: What we mean by knowledge?

 

Dalam epistemologi Islam dipahami bahwa semua ilmu pengetahuan datang dari Allah yang diinterpretasikan soul (qolb) melalui spiritual dan fakultas fisik. Ilmu pengetahuan adalah pemeberian Allah yang sangat berharga bagi manusia ia dapat digunakan sebagai alat untuk mejelajahi kehidupan di dunia menuju kehidupan di akhirat. Agama harus dijadikan landasan ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan merupakan amanah yang harus dipikul dengan ras atanggung jawab, dan bijaksana serta didekati secara hormat dan dengan tujuan yang suci, (the Aims and objectivies of Islamic Education).

 

Ia mengatakan bahwa knowledge sebagai: 

husul ma;na au surah al syai fi nafs

samapainya suatu makna kebenaran arti pada hati, dan kebenaran tadi berdasarkan pada visi Islam, tentang realitas dan kebenaran seperyi yang diproyeksikan AL-Qur’an.

 

Dengan demikian bila knowladge mengacu pada meaning atau makna hakiki, maka pengetahuan mangandung arti menempatkan sesuatu secara proporsional dalam tatanan ciptaaan Tuhan, dan sekaligus pengetahuan tersebut mengacu pada pengakuan akan eksistensi Tuhan dalam tatanan alam semesta. Bila ma’na kebenaran ilmu pengetahuan dan pendidikan ditujukan untuk keperluan manusia, maka pengakuan dan pembenaran harus dapat dibuktikan dalam diri manusia artinya manusia harus dapat menempatkan dirinya secara benar dalam tatanan alam Ciptaan Tuhan, yakni keadaan dan kondisi hidupnya dalam hubungan dengan dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan alam semesta serta hubungannya dengan Tuhan. Hal ini berarti bahwa manusia harus memehami posisinya dalam tatanan ciptaan Tuhan dan berprilaku sesuai dengan Grand narasi AL-Qur’an dalam intelengensia, ilmu pengetahuan, dan kebaikan. Pengakuan seperti inilah yang dimaksud dengan adab atau beradab.

 

Sisi lain yang perlu dipahami dalam mengkaji pendidikan Islam, menurut Professor Al-Attas adalah mengkaji istilah tarbiyah, ta’lim, dan adab, karena kata-kata tersebut sangat erat hubungannya dengan pembinaan dan pengambangan fisik, pikiran, dan jiwa yang akan mengantarkan manusia dalam kehidupan secara horizontal dengan masyarakat dan alam serta vertikal dengan Allah.

 

Tujuan pendidikan Islam adalah mewujudkan pertumbuhan yang seimbang dalam diri manusia melalui training of man’s spirit, intellect, rasional self, feeling and bodily sanse. Taraining harus berjalan dalam tatanan nilai-nilai yang Islami (the Islamic system of values) yang akan menghantarkan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Abdul Rahman Salih Abdullah, dalam bukunya Education in Al-Qur’an Outlook (hal. 116-119), mengomentari tujuan pendidikan Islam. Ia menyatakan bahwa the general aim of education in Islam is to build up the individual who will act as Allah’s khalifah. Membina individu agar dapat melakukan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini merupakan tujuan umum pendidikan Islam. Namun secara spesifik tujuan pendidikan Islam berorientasi pada tiga hal yaitu the physical aims (ahdaf jismiyah), the spiritual aims (ahdaf ruhiyah), the mental aims (ahdaf a’qliyah), ketiga orisntasi ini adalah refleksi dati tiga dimensi/unsur alam manusia, yakni body, ruh, and mind.

 

Dalam Islam tujuan mencari ilmu pengetahuan adalah untuk melahirkan kebaikan dalam pribadi manusia. Oleh sebab itu, tujuan akhir pendidikan adalah untuk melahirkan manusia yang baik or to produce a good man dan bukan to produce a good citizen seperti yang dipahami oleh Barat. Abdul Yamani, dalam makalahnya yang berjudul ”Islamic contemporary Life and Exigencies of Silamic State” (hal. 69), menyatakan bahwa Islamic Teaching and Education concentrated on three major component, the body, the spirit, and the brain. Baginya tujuan pendidikan Islam tidak sebatas to produce the good citizen, sebab the concept of a good citizen berorientasi pada homeland semata atau menjadi warga yang baik hanya untuk kampung sendiri. Oleh sebab itu, pemahaman a good citizen harus mengacu pada dunia yang lebih luas sebagaimana yang digambarkan oleh Al-Qur’an dan Hadist.

“Oh mankind : We created you from a single of male and female )Adam and Eve) and made you into nations and tribes that you may know each other”

“You all go back to Adam, and Adam is from dust”

A good man adalah manusia yang beradab yakni manusia yang meyakini kehidupan material dan spiritual. Adab selalu berpartisipasi dalam kegiatan pikiran dan jiwa. Kebajikan sebagai atribut akal pikiran dan jiwa akan melahirkan pikiran yang baik. Adab sebagai alat untuk melahirkan kebaikan pada diri manusia akan melahirkan melahirkan masyarakat yang baik karena masyarakat yang baik itu berasal dari dari individu yang baik.

 

Prof. Nauqib Al-Attas, lebih menerima adab sebagai terjemahan dari education dan bukan tarbiyah. 

Dalam Hadist; 

“Addabani rabbi fa ahsana ta’dibi”

“May lord educated me and so made my education most excellent”.

Bagi Ibnu Ma’sur, addabani sama artinya dengan ’allamani sementara itu AL-Zajjaj memehaminya sebagai atribut tatanan pendidikan Allah pada rasulNya. Penenkanan adab ada pada dua sisi yakni ilmu dan ‘amal. Ilmu yang diperoleh dari proses pendidikan harus digunakan secara tepat dan benar dalam masyarakat. Al-Attas mendefinisikan adab sebagai : pengakuan dan pembenaran akan realitas di mana pengetahuan dan alam tersusun secara hirarkies sesuai dengan variasi dan tingkat serta menempatkannya secara proporsional dalam hubungan dengan realitas tersebut baik secara fisik, intelektual, spiritual dan potensial.

 

Dengan definisi seperti ini hadist Nabi tersebut dapat diuraikan bahwa My lord educated me, and so made my education most excellent artinya Allah telah mendidik saya agar mengakui dan membenarkan sesuatu dengan adab. Allah secara progressif menginstalasikan pada saya agar menempatkan sesuatu secara proporsional dalam tatanan ciptaan Allah. Hal ini akan membimbing pengakuan dan pembenaran saya di dalam tatanan alam dan kebenarannya. Allah telah mendidik aku dengan pendidikan yang begitu sempurna.

 

Prof. Al-Attas kurang setuju bila education ditransfer ke dalam khazanah bahasa Arab sama dengan tarbiyah atau pendidikan. Karena pemahaman education atau tarbiyah sebenarnya sangat dipengaruhi oleh pola pikir modernis atau Barat di mana mereka tidak memahami tarbiyah dari sudut pandang The Scientific Nature of Arabic Language and The Semantic Field in the Contect of Islam.

 

Tarbiayah, dalam bahasa Latinnya yaitu educare and education, dalam bahasa Inggris ditulis educate and education atau to bring about, to develop. Sebetulnya kata ini sangat erat hubungannya dengan bahasa Latin educere. Dalam bahasa Ingeris di tulis educe yang sama artinya dengan to bring about atau to develop from latent or potential exixtence artinya kegiatan atau proses yang merujuk pada fisik dan material. Educare dalam bahasa Latin mengandung arti animal specis dan bukan ditujukan secara khusus pada rational animal.

 

Bila tarbiyah dipahami melalui pendekatan The Scientific of Arabic Language dan Semantic Field in the Context of Islam, maka menurut AL-Munzir, kata tarbiyah harus dirujuk pada kata rabba atau rabb sama seperti yang diungkapkan oleh Al-Asmai. Menurut AL-Jauhari, kata tarbiyah sama artinya dengan to feed, to nurse, to nurture (ghaza atau gahzw) artinya tarbiayah merujuk pada semua hal yang berkembang, tidak terbatas pada manusia dan bisa juga digunakan untuk binatangserta tumbuh-tumbuhan. Pada hal dlam konteks keIslaman pendidikan hanya ditujukan pada manusia atau anaimal rationale.

 

Robert S. Brumbaugh, dari Yale University dan Nathaniel M. Laurence. Dari William College, dalam bukunya The Philosopers on Education (hal. 18), adalah membantu kemampuan produksi manusia untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan dalam diri individu agar dapat hidup dalam masyarakat. Dalm pandangan Barat yang sekular itu, memang tidak terdapat kajian ketuhanan dalam pendidikan. Oleh sebab itu, jika education dipahami sama dengan tarbiyah seperti di atas maka pendidikan tidak lebih dari upaya penegembangan fisik dan material, pendidikan hanya melahirkan karakter yang diukur secara kuantitatif seperti yang banyak berkembang saat ini dan ia tidak menyentuh jiwa dan kesadaran manusia untuk mengenal Allah yang telah menciptakan tatanan alam semesta.

 

 

Problem dan Solusi

Bagi Prof. Al-Attas, masalah transformasi istilah education ke dalam khazanah bahasa Arab menjadi tarbiyah atau ta’dib tidak perlu dipertentangkan, karena kedua kata tersebut memang memiliki konsep struktur yang sudah berbeda. Secara kualitatif, tarbiyah lebih menekankan aspek rahmah dan bukan pada ilmu, sedangkan ta’dib lebih menekankan pada ilmu dan bukan pada kasih sayang. Konsep struktur ta’dib mengandung belemen ilmu, ’amal dan tarbiyah. Dengan demikian ta’dib lebih tepat dijadikan sebagai terjemahan dari kata education.

 

Prubahan terminologi ta’dib menjadi tarbiyah membawa pengaruh buruk pada ilmu pengetahuan khususnya dalam dunia pendidikan yakni ilmu kehilangan dimensi adab yang berimplikasi pada hilangnya kebajikan dan keadilan dalam ilmu pengetahuan. Inilah yang berkembang di dunia Islam sat ini. Priode awal Islam, adab merupakan sesuatu yang sangat signifikan dan ikut serta berperan dalam perjalanan sunnah nabi. Ilmu dan ’amal dalam adab selalu berjalan seiring. 

 

Al-Ghazali pernah mengingatkan akan bahaya pergeseran terminologi ma’na hakiki dalam dunia keilmuan Islam yang dimulai dari priode Abbasyiah yang akhirnya ikut mempengaruhi pola pikir kaum Modernis. Al-Ghazali memberi contoh istilah fiqih yang ma’na hakikinya adalah pengetahuan yang menyangkut pandangan agama dan berorientasi pada taqwa, kini telah berubah menjadi jurisprudensi yakni ilmu yang berbicara soal halal dan haram, begitu juga ilmu pengetahuan yang menyangkut tentang Tuhan dan ciptaanNya. Tauhied sebagai ilmu yang berbicara mengenai raalitas spirityual dan kebenaran telah berubah menjadi al-Kalam. Zikir dan Taqdir (do’a dan peringatan) telah berubah menjadi the story telling, reciting peom, esctatis untterance, dan Hikmah (kebajikan) berubah menjadi phisician. Peot, astrolger (ilmu nujum).

 

Format Sistem Pendidikan Islam

Tujuan mencari ilmu dalam Silam adalah untuk menjadi orang baik, artinya sistem pendidikan Islam harus merefleksikan orang yang baik. Bila Universitas dipandang sebagai suatu sistem pendidikan yang sempurna, maka universitas seharusnya melahirkan manusia yang sempurna atau al-insan al-kamil.

 

Manusia dipahami sebagai makhluk yang memiliki komponen jiwa dan raga. Jiwanya mengarahkan raganya sebagaimana Tuhan telah mengatur alam yang unoversal. Manusia sebagai suatu unit kasatuan spiritual, phisical faculties dan sanse yang saling berhubungan membimbing kehidupan manusia di dunia. Kehidupan mansuia dijelajahi oleh manusia dengan dua ilmu pengetahuan yakni Wahyu (God givenn knowladge) untuk membimbing jiwa dan rasa, sedangkan acquired knowladge (ilmu perolehan) akan membimbing raga dan rasa. Sedangkan akal berfungsi sebagai penghubung jiwa dan raga karana akal dipandang sebgai substansi spiritual oleh sebab itu akal mampu memahami ralitas spiritual dan kebenaran.

 

Mempelajari ilmu agama God given knowladge menjadi kaeharusan bagi setiap Muslim, dan harus diajarakan dari sekolah tingkat dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi. Sementara itu acquired knowladge yang mencakup the rational, intelectual, and philosopical sciences, menjadi fardu kifayah.

 

Daftar Pustaka
Al-Attas, S.N., Yhe Concept of Education in Islam : Fram Rork for an Islamic philosophy of Education. Muslim youth movement of Malaysia (ABIM) A-1 jalan Pantai Baru, Kuala Lumpur. 1980.
Al-Attas, A.N., “Aims and Objectives of Islamic Education”, King Abdulazizi University, Jeddah, 1979.
Abdullah, Abdul Rahman Salih, “Education in Silamic Out look” Ummul Qura University, Makkah Mukarraomah, Faculty of Educational and Psycological Research Center.
Brumbaugh, Robert S. Laurence, Nathaniel M, “The Philosopers of Education” Honghton MifflinCompany, Boston, 1963.
Syarif, M.M. “Islamic Educational Studies”, Institute of Islamic Culture, Cluberoad, Lahore, 1976.
Yamani, Abduh, “Islamic Education and Contemporaray Life and Exigencies Quarterly, The Islamic Academi, 25 Met Calfe Raod, Cambride, CBY 2 DB.

- Maklah Dr. Yusro Kilun (Pengajar Fakultas Dakwah IAIN Sayaif Hidayatullah Jakarta).













A. Pengertian Pendidikan Islam

Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu al-Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-rabb), al-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), al-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal). (Hasan Langgulung : 1988).

1. Istilah al-Tarbiyah

Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar “rabba” (رَبَّى), yurabbi (يُرَبِّى) menjadi “tarbiyah” yang mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik. Dalam statusnya sebagai khalifah berarti manusia hidup di alam mendapat kuasa dari Allah untuk mewakili dan sekaligus sebagai pelaksana dari peran dan fungsi Allah di alam. Dengan demikian manusia sebagai bagian dari alam memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang bersama alam lingkungannya. Tetapi sebagai khalifah Allah maka manusia mempunyai tugas untuk memadukan pertumbuhan dan perkembangannya bersama dengan alam. (Zuhairini, 1995:121).

2. Istilah al-Ta’lim

Secara etimologi, ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Hakekat ilmu pengetahuan bersumber dari Allah SWT. Adapun proses pembelajaran (ta’lim) secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam as oleh Allah SWT, ia menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari penciptanya. Proses pembelajaran ini disajikan dengan menggunakan konsep ta’lim yang sekaligus menjelaskan hubungan antara pengetahuan Adam as dengan Tuhannya. (Jalaluddin, 2001:122).


3. Istilah al-Ta’dib

Menurut al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam adalah al-Ta’dib, konsep ini didasarkan pada hadits Nabi:

اِدَّ بَنِيْ رَبِّى فَأَحْسَنَ تَـأْدِيْبِيْ {رواه العسكرى عن على}

Artinya : “Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku”

(HR. al-Askary dari Ali r.a).

Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.

Dari bahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. (Samsul Nizar, 2002:32).


B. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam

Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.

Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk :

1. Alat untuk memperluas, memelihara, dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan nasional

2. Alat untuk mengadakan perubahan inovasi dan perkembangan.


C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam

Menetapkan al-Qur’an dan hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dibolehkan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan.

Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia. Secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia yang rasional, perasaan dan indra, karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT, baik secara pribadi kontinuitas, maupun seluruh umat manusia. (Samsul Nizar, 2002:38).







sampul isid

العلمانيّة و موققفها فى الإسلام

البحث

لإستيفاء بعض المتطلبات الدراسية في الدرس عقيدة الثوحيد


تحت الإشراف
الأستاذالدكتورالحاج دهية مسقان. MA













قدمه الطالب:
  حميم مصطفى
  (29.1.1.7007)



جامعة دار السلام الاسلامية
كونتور فونوركو إندونيسيا
كلية التربية
قسم التربية الإسلامية
2009/1430


Sabtu, 05 September 2009

Abu Nawas Merayu Tuhan
Maret 13, 2008 — Ismail 

Abu Nawas sebenarnya adalah seorang ulama yang alim. Tak begitu mengherankan jika Abu Nawas mempunyai murid yang tidak sedikit. Di antara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya.

“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”
“Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil.” jawab Abu Nawas.
“Mengapa?” kata orang pertama.
“Sebab lebih mudah diampuni oleh Tuhan.” kata Abu Nawas.
Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.
Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama.
“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”
“Orang yang tidak mengerjakan keduanya.” jawab Abu Nawas.
“Mengapa?” kata orang kedua.
“Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan.” kata Abu Nawas.
Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban Abu Nawas.
Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama.
“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”
“Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar.” jawab Abu Nawas.
“Mengapa?” kata orang ketiga.
“Sebab pengampunan Allah kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu.” jawab Abu Nawas. Orang ketiga menerima alasan Abu Nawas. Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.

Karena belum mengerti seorang murid Abu Nawas bertanya.
“Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?”
“Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak, dan tingkatan hati.”
“Apakah tingkatan mata itu?” tanya murid Abu Nawas.
“Anak kecil yang melihat bintang di langit. Ia mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata.” jawab Abun Nawas mengandaikan.
“Apakah tingkatan otak itu?” tanya murid Abun Nawas.
“Orang pandai yang melihat bintang di langit. Ia mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan.” jawab Abu Nawas.
“Lalu apakah tingkatan hati itu?” tanya murid Abu Nawas.
“Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. Ia tetap mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan keMaha-Besaran Allah.”
Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda.
Ia bertanya lagi.
“Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?”
“Mungkin.” jawab Abu Nawas.
“Bagaimana caranya?” tanya murid Abu Nawas ingin tahu.
“Dengan merayuNya melalui pujian dan doa.” kata Abu Nawas.
“Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru.” pinta murid Abu Nawas.
“Doa itu adalah : Ilahi lastu lil firdausi ahla, wala aqwa’alan naril jahimi, fahabi taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil ‘adhimi.”
Sedangkan arti doa itu adalah: Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga, tetapi aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar.

CURHATQ............

Aku tak tahu apa yang aq rasakan dan apa yang aku kerjakan, dengan dasar percaya pada diri sendiri aku melakukanya dngan penuh pengertian dan tanggung jawab,meskipun apakah kelak semua itu berguna untuk diriku.........................?

khamim mustofa ......? menurutku orangnya pendiem n biasa - biasa aja tuh..tidak sombong n tak suka macem-macem. kata orang sih dia itu rajin....pandai.... n ulet,... kan tetapi yang naanya manusia kan tak ada yang sempurna n pasti mempunyai kelemahan dan kekurangan begitu juga dengan khamim.......dia bisa berbuat salah dan khilaf dengan apapun yang di perbuat.....

Akan tetapi satu hal yang aq saluti n aq kagumi dari dia......? yaitu ia selalu bisa istiqomah dalam menjalankan semua tugas yang ada pada dirinya........itulah khamim........ia berprinsip berdasarkan al-quran INTANSURULLAHA YANSURKUM WA YUSABBIT AQDAAMAKUM..... INNA SHOLAATI WANUSUKI WA MAHYAAYA WA MAMAI LILLAHI ROBBIL 'AALAMIN...... DO BE THE BEST N DON'T FELL THE BEST...

Tahajud Dan Kesehatan


Pada saat seseorang menggelar sajadah untuk menunaikan shalat tahajud, ia berada dalam kondisi layaknya orang yang melakukan meditasi dan relaksasi. Jika kita pernah mendengar lirik lagu Tombo Ati yang didendangkan budayawan kondang Emha Ainun Nadjib bersama kelompok musik Kiai Kanjeng, tahajud disebut sebagai salah satu pengobat hati. Sebab shalat sunah yang ditunaikan di keheningan malam itu, mengantarkan orang yang menunaikannya menjadi lebih dekat dengan Allah. Hati yang dekat dengan Tuhannya adalah hati yang damai.


Orang yang rindu tahajud adalah orang yang mempunyai kadar keikhlasan lebih. Ia rela untuk menghentikan kelelapan tidurnya dan bersimpuh pada Sang Khalik. Alquran memuji mereka dengan menyebutnya sebagai orang-orang yang menjauhkan lambungnya dari tempat peraduan.


Tahajud diketahui sebagai ibadah yang ditunaikan pada malam hari, saat setiap orang mengistirahatkan tubuhnya dari kelelahan aktivitas di siang hari. Banyak kalangan menyatakan bahwa idealnya masa tidur di malam hari adalah enam hingga delapan jam. Tidur di malam hari akan memberikan energi baru bagi seseorang untuk melakukan aktivitasnya di pagi hingga siang hari.


Namun kemudian muncul sebuah pendapat lain dari seorang ilmuwan bernama Ray Meddis. Ia menyatakan bahwa masa tidur yang sempurna hanyalah tiga hingga empat jam setiap harinya. Seseorang akan mengalami deep slep sekitar tiga hingga empat jam saja. Tentu seorang Muslim mampu memanfaatkan sisa masa tidur itu untuk memadu cinta dengan Tuhannya, melalui shalat tahajud.


“Bangunlah untuk shalat di malam hari kecuali sedikit daripadanya. Yaitu seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Alquran dengan perlahan-lahan.” (Al-Muzammil [73]: 2-4).


Seorang ilmuwan Muslim asal Mesir, Fadhlalla Haeri, menyatakan bahwa ayat tersebut memberikan panduan bagi muslim untuk mencapai keseimbangan. Di sisa masa istirahatnya, tiga jam masa efektif tidur malam, maka ia pun semestinya bangun untuk menjalankan aktivitas yang bermanfaat. Bangun di waktu malam adalah salah satu aktivitas yang memberikan manfaat.


ia menambahkan, pada saat itu energi did lam tubuh seseorang berada dalam kondisi rndah. Selain itu, medan refleksi juga begitu bersih. Dalam tradisi India, kondisi seperti itu disebut sebagai tahap pembentukan kesadaran yang terjadi pada titik energi ketujuh atau cakra mahkota. Dampaknya, akan meningkatkan intuisi seseorang dan kesadaran diri untuk mampu mengendalikan emosi negatif.


Menurut Haeri, pada saat seseorang menggelar sajadah untuk menunaikan shalat tahajud, ia berada dalam kondisi layaknya orang melakukan meditasi dan relaksasi atas kelenjar pineal. Ini akan menspiritualkan intelektual sesorang disertai dengan kemampuan personal untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah serta menjalin hubungan yang harmonis dengan sesamanya.


Tak hanya itu, pada saat matahari terbenam, kelenjar pineal mulai bekerja dan memproduksi hormon melatonin dalam jumlah besar dan mencapai puncaknya pada pukul 02.00 hingga 03.00 dini hari. Hormon inilah yang kemudian menghasilkan turunan asam amino trytophan dalam jumlah besar pula. 


Tahukah Anda? Tahajud menjadi sarana untuk mempertahankan melatonin dalam jumlah yang stabil. 


Hormon melatonin akan membentuk sistem kekebalan dalam tubuh dan membatasi gerak pemicu tumor seperti estrogen. Haeri mengungkapkan bahwa pada masa kanak-kanak melatonin yang ada di dalam tubuh berjumlah 120 picogram. Namun jumlah tersebut akan semakin menurun pada usia 20 30 tahun. Selain secara alamiah, pengurangan jumlah melatonin di dalam tubuh juga diakibatkan adanya pengaruh eksternal, seperti: tidur larut, medan elektromagnetik, dan polutan kimia misalnya pestisida, yang pada akhirnya menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi dan sakit kepala. Pada titik tertentu bahkan menyebabkan turunnya sistem kekebalan tubuh.


Kafein yang terkandung di dalam kopi, teh hitam, dan soda tertentu juga akan menyebabkan kemampuan antioksidan melatonin berkurang. Keadaan ini akan membahayakan sel-sel tubuh saat seseorang tengah terjaga. Dengan demikian, kata Haeri, yang harus menjadi perhatian adalah bukan kuantitas tidur seseorang untuk memberikan kebugaran pada tubuh, tetapi justru kualitas tidur. Tiga jam adalah waktu yang cukup untuk itu. 


Tahajud tidak hanya memberikan pengaruh pada posisi melatonin. Gerakan ibadah di sepertiga malam terakhir ini juga memberikan pengaruh tertentu pada tubuh. Setidaknya, pada saat berdiri tegak dan mengangkat takbir secara tidak langsung akan membuat rongga toraks dalam paru-paru membesar. Ini akan menyebabkan banyak oksigen yang masuk ke dalamnya. Ada kesegaran yang dirasakan ketika seseorang dapat menghirup udara segar ke dalam paru-parunya di keheningan malam itu. Pada saat sujud, seluruh berat dan daya badan dipindahkan sepenuhnya pada otot tangan, kaki, dada, perut, leher, dan jari kaki. Proses ini dilakukan berulang-ulang sesuai jumlahrakaat shalat tahajud yang kita lakukan. 


Setelah oksigen masuk ke dalam paru-paru, oksigen diedarkan ke seluruh tubuh dengan lancar karena adanya pergerakan otot selama ruku’ dan sujud. Selain itu, dalam shalat seseorang juga melakukan gerakan duduk di antara dua sujud dan tahiyat yang menyebabkan adanya gerakan tumit, pangkal paha, jari tangan, jari kaki, dan lainnya. Tentu peredaran oksigen akan menjadi lancar.