Konsep Pendidikan Dalam Islam
(Telaah Pemikiran Syeh Muhammad Al-Nauqib Al-Attas, Te Concept of Education in Islam. Kuala Lumpur, Muslim Yaouth Movement of Malaysia, 1990)
Pembahasan mengenai tujuan dan sasaran sudah berkembang sejak lama, barangkali usianya sama panjangnya dengan usia manusia. Dialog tentang pendidikan sering dibahas secara periodik dalam sejarah manusia dengan pandangan yang saling berbeda dan tdak pernah menemukan soslusi yang ideal dan tepat untuk setiap zaman.
M.M. Syarif dalam Islamic and Education Studies (hal. 39-40), mengatakan bahwa pada awalnya, seperti Spartan System of Education, mengarahkan pendidikan untuk pengemabangan fisik, disiplin, kepatuhan, jiwa militer, nation spirit. Di Athena the teaching of Shopists, mengarahkan pendidikan pada kekeuatan persuasive, argumentasi dan keberhasilan hidup. Socrates, Plato, dan Aristoteles, menganggap pendidikin sebagai upaya untuk mengembangkan budaya intelektual, kebijaksanaan, dan keadilan. Al-Nizamiyah, memandang banhwa pendidikan perlu memberikan tekanan khusus pada pengetahuan agama agar manusia dapat mengetahui hak-hak, tanggung jawab sosial serta mengetahui tujuan hidupnya.
Buku The Concept of Educaton in Islam, karya Syeh M. Al-Nauqib AL-Al-Attas cukup menarik untuk dibaca, ia melihat kajian pendidikan dalam perspektif Islam seperti yang diawali Al-Nizamiyah.
Analisis Bahasa
Langkah awal yang digunakan oleh penulis lulusan McGill dan London ini dalam mengkaji pendidikan Islam adalah memahami The Scientific Nature of the Arabic Language, dengan alasan Bahasa Arab dipandang sebagai bahasa Islam disamping itu Bahasa Arab juga digunakan sebagai alat untuk pengembangan ilmu pengetahuan Islam serta memproyeksikan visi realitas suatu kebenaran. Alasan lainnya ialah bahasa merupakan sesuatu yang dapa dipengaruhi oleh perubahan semantic, sejarah, dan masyrakat, interpretasi yang relativ dan subjektif atas simbol-simbol bahasa.
Selain The Scientific Nature of the Arabic Language, ia juga menganggap perlu memahami The Semantic Field in the Concept of Islam, artinya penjelasan, pembatasan serta pengertian suatu istilah yang digunakan dalam konteks keIslaman harus clear, jelas dan distinc agar terhindar dari kerancuan pemahaman. Al-Jahir dalam bukunya “al-Kitab Al-Bukhala” memberikan suatu ilustrasi bahwa ketika mengunakan istilah bahil (bahl) dalam suatu tulisan ia dituntut untuk memberikan definisi serta batasan yang jelas dalam mengunakan istilah bakhil tersebut. baginya kata bakhil secara umum dapat digunakan pada manusia, hewan,dan lain-lain.
Pembahsan dalam bidang semantic diperlukan manakala kita mencoba melakukan islamisasi bahasa seperti mentransfer istilah education ke dalam khazanah bahasa Arab, artinya apakah education sama artinya dengan tarbiyah atau ta’dib atau ta’lim. Kajian semantic perlu dilakukan karena kata education, tarbiyah, dam ta’dib ta’lim memang memiliki arti yang saling berbeda bila dirujuk pada the root of the word atau The Semantic Field In The Concept of Islam.
Selain hal di atas , kajian semantic juga diperlukan untuk melihat kemurnian dan keotentikan makna suatu kata dan menghindarkan diri dari penyimpangan pemahaman arti sebagaimana yang pernah terjadi dalam dunia Islam. Leksiologist orientalis Barat menyatakan bahwa telah terjadi penipuan dan pembusukan Bahasa Arab ketika AL-Qur’an diturunkan dan pada periode awal ajaran Islam disebarkan di tanah Arab.
Visi Pendidikan Islam
Berbicara mengenai visi pendidikan Islam, Al-Attas melihat beberapa persoalan pokok yang saling berhubungan satu sama lainnya. Pembahasan ini dimulai dengan penjelasa apa yang dimaksud dengan pendidikan, masnusia, ilmu pengetahuan, tujuan pendidikan, dan transformasi istilah education ke kahazanah bahasa Arab.
Pembahsan mengenai pendidikan dan klarifikasi tujuan pendidikan tidak bisa terwujud dengan baik bila kajian tentang manusia da ilmu pengetuan tidak jelas. Berbicara mengenai pendidikan Islam, Professor dari of National University of Malaysia ini memulai dengan pertanyaan What is Education? Education is a prosess of installing something in to human being or Progressively installing something in to human.
A prosess of installing adalah bahasan yang berorientasi pada aspek metodologi dan sisitem pendidikan. Something, mengkaji persoalan yang berkaitan dengan content of education (knowladge atau ilmu pengetahuan). Dan man harus dilihat secara filosofis yakni to understand the philosophy of man in Islamic view.
Secara filosofis ia mengartikan man sebagai rasional animal atau (hayawan al-natiq) artinya manusia harus dipandang sebagai makhluk yang memiliki kapasitas untuk memformulasikan makna kata yang meliputi pendapat, membedakan, penjelelasan atau apa yang disebut rasionalitas. Menurut Al-attas, manusia berdasar kajian Islam adalah sejenis makhluk yang terdiri dari dua komponen yakni soul dan body. The soul adalah makhluk rasional dan the body adalah animal atau sebutan lainnya adalah spirit and matter. Manusia memiliki pengamatan spiritual dan rasional seperti the heart (qolb) dan intellect (aql) disamping itu ia juga mempunyai kemampuan lain yang berkaitan dengan physical, intellectual, spiritual vision, experience and consciousness atau kesadaran.
Sementara itu content of education sebagai elemen pokok yang ke dua dalam pendidikan harus mengacu pada knowledge atau ilmu pengetahuan. Untuk memahami knowledge Al-Attas kembali bertanya: What we mean by knowledge?
Dalam epistemologi Islam dipahami bahwa semua ilmu pengetahuan datang dari Allah yang diinterpretasikan soul (qolb) melalui spiritual dan fakultas fisik. Ilmu pengetahuan adalah pemeberian Allah yang sangat berharga bagi manusia ia dapat digunakan sebagai alat untuk mejelajahi kehidupan di dunia menuju kehidupan di akhirat. Agama harus dijadikan landasan ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan merupakan amanah yang harus dipikul dengan ras atanggung jawab, dan bijaksana serta didekati secara hormat dan dengan tujuan yang suci, (the Aims and objectivies of Islamic Education).
Ia mengatakan bahwa knowledge sebagai:
husul ma;na au surah al syai fi nafs
samapainya suatu makna kebenaran arti pada hati, dan kebenaran tadi berdasarkan pada visi Islam, tentang realitas dan kebenaran seperyi yang diproyeksikan AL-Qur’an.
Dengan demikian bila knowladge mengacu pada meaning atau makna hakiki, maka pengetahuan mangandung arti menempatkan sesuatu secara proporsional dalam tatanan ciptaaan Tuhan, dan sekaligus pengetahuan tersebut mengacu pada pengakuan akan eksistensi Tuhan dalam tatanan alam semesta. Bila ma’na kebenaran ilmu pengetahuan dan pendidikan ditujukan untuk keperluan manusia, maka pengakuan dan pembenaran harus dapat dibuktikan dalam diri manusia artinya manusia harus dapat menempatkan dirinya secara benar dalam tatanan alam Ciptaan Tuhan, yakni keadaan dan kondisi hidupnya dalam hubungan dengan dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan alam semesta serta hubungannya dengan Tuhan. Hal ini berarti bahwa manusia harus memehami posisinya dalam tatanan ciptaan Tuhan dan berprilaku sesuai dengan Grand narasi AL-Qur’an dalam intelengensia, ilmu pengetahuan, dan kebaikan. Pengakuan seperti inilah yang dimaksud dengan adab atau beradab.
Sisi lain yang perlu dipahami dalam mengkaji pendidikan Islam, menurut Professor Al-Attas adalah mengkaji istilah tarbiyah, ta’lim, dan adab, karena kata-kata tersebut sangat erat hubungannya dengan pembinaan dan pengambangan fisik, pikiran, dan jiwa yang akan mengantarkan manusia dalam kehidupan secara horizontal dengan masyarakat dan alam serta vertikal dengan Allah.
Tujuan pendidikan Islam adalah mewujudkan pertumbuhan yang seimbang dalam diri manusia melalui training of man’s spirit, intellect, rasional self, feeling and bodily sanse. Taraining harus berjalan dalam tatanan nilai-nilai yang Islami (the Islamic system of values) yang akan menghantarkan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Abdul Rahman Salih Abdullah, dalam bukunya Education in Al-Qur’an Outlook (hal. 116-119), mengomentari tujuan pendidikan Islam. Ia menyatakan bahwa the general aim of education in Islam is to build up the individual who will act as Allah’s khalifah. Membina individu agar dapat melakukan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini merupakan tujuan umum pendidikan Islam. Namun secara spesifik tujuan pendidikan Islam berorientasi pada tiga hal yaitu the physical aims (ahdaf jismiyah), the spiritual aims (ahdaf ruhiyah), the mental aims (ahdaf a’qliyah), ketiga orisntasi ini adalah refleksi dati tiga dimensi/unsur alam manusia, yakni body, ruh, and mind.
Dalam Islam tujuan mencari ilmu pengetahuan adalah untuk melahirkan kebaikan dalam pribadi manusia. Oleh sebab itu, tujuan akhir pendidikan adalah untuk melahirkan manusia yang baik or to produce a good man dan bukan to produce a good citizen seperti yang dipahami oleh Barat. Abdul Yamani, dalam makalahnya yang berjudul ”Islamic contemporary Life and Exigencies of Silamic State” (hal. 69), menyatakan bahwa Islamic Teaching and Education concentrated on three major component, the body, the spirit, and the brain. Baginya tujuan pendidikan Islam tidak sebatas to produce the good citizen, sebab the concept of a good citizen berorientasi pada homeland semata atau menjadi warga yang baik hanya untuk kampung sendiri. Oleh sebab itu, pemahaman a good citizen harus mengacu pada dunia yang lebih luas sebagaimana yang digambarkan oleh Al-Qur’an dan Hadist.
“Oh mankind : We created you from a single of male and female )Adam and Eve) and made you into nations and tribes that you may know each other”
“You all go back to Adam, and Adam is from dust”
A good man adalah manusia yang beradab yakni manusia yang meyakini kehidupan material dan spiritual. Adab selalu berpartisipasi dalam kegiatan pikiran dan jiwa. Kebajikan sebagai atribut akal pikiran dan jiwa akan melahirkan pikiran yang baik. Adab sebagai alat untuk melahirkan kebaikan pada diri manusia akan melahirkan melahirkan masyarakat yang baik karena masyarakat yang baik itu berasal dari dari individu yang baik.
Prof. Nauqib Al-Attas, lebih menerima adab sebagai terjemahan dari education dan bukan tarbiyah.
Dalam Hadist;
“Addabani rabbi fa ahsana ta’dibi”
“May lord educated me and so made my education most excellent”.
Bagi Ibnu Ma’sur, addabani sama artinya dengan ’allamani sementara itu AL-Zajjaj memehaminya sebagai atribut tatanan pendidikan Allah pada rasulNya. Penenkanan adab ada pada dua sisi yakni ilmu dan ‘amal. Ilmu yang diperoleh dari proses pendidikan harus digunakan secara tepat dan benar dalam masyarakat. Al-Attas mendefinisikan adab sebagai : pengakuan dan pembenaran akan realitas di mana pengetahuan dan alam tersusun secara hirarkies sesuai dengan variasi dan tingkat serta menempatkannya secara proporsional dalam hubungan dengan realitas tersebut baik secara fisik, intelektual, spiritual dan potensial.
Dengan definisi seperti ini hadist Nabi tersebut dapat diuraikan bahwa My lord educated me, and so made my education most excellent artinya Allah telah mendidik saya agar mengakui dan membenarkan sesuatu dengan adab. Allah secara progressif menginstalasikan pada saya agar menempatkan sesuatu secara proporsional dalam tatanan ciptaan Allah. Hal ini akan membimbing pengakuan dan pembenaran saya di dalam tatanan alam dan kebenarannya. Allah telah mendidik aku dengan pendidikan yang begitu sempurna.
Prof. Al-Attas kurang setuju bila education ditransfer ke dalam khazanah bahasa Arab sama dengan tarbiyah atau pendidikan. Karena pemahaman education atau tarbiyah sebenarnya sangat dipengaruhi oleh pola pikir modernis atau Barat di mana mereka tidak memahami tarbiyah dari sudut pandang The Scientific Nature of Arabic Language and The Semantic Field in the Contect of Islam.
Tarbiayah, dalam bahasa Latinnya yaitu educare and education, dalam bahasa Inggris ditulis educate and education atau to bring about, to develop. Sebetulnya kata ini sangat erat hubungannya dengan bahasa Latin educere. Dalam bahasa Ingeris di tulis educe yang sama artinya dengan to bring about atau to develop from latent or potential exixtence artinya kegiatan atau proses yang merujuk pada fisik dan material. Educare dalam bahasa Latin mengandung arti animal specis dan bukan ditujukan secara khusus pada rational animal.
Bila tarbiyah dipahami melalui pendekatan The Scientific of Arabic Language dan Semantic Field in the Context of Islam, maka menurut AL-Munzir, kata tarbiyah harus dirujuk pada kata rabba atau rabb sama seperti yang diungkapkan oleh Al-Asmai. Menurut AL-Jauhari, kata tarbiyah sama artinya dengan to feed, to nurse, to nurture (ghaza atau gahzw) artinya tarbiayah merujuk pada semua hal yang berkembang, tidak terbatas pada manusia dan bisa juga digunakan untuk binatangserta tumbuh-tumbuhan. Pada hal dlam konteks keIslaman pendidikan hanya ditujukan pada manusia atau anaimal rationale.
Robert S. Brumbaugh, dari Yale University dan Nathaniel M. Laurence. Dari William College, dalam bukunya The Philosopers on Education (hal. 18), adalah membantu kemampuan produksi manusia untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan dalam diri individu agar dapat hidup dalam masyarakat. Dalm pandangan Barat yang sekular itu, memang tidak terdapat kajian ketuhanan dalam pendidikan. Oleh sebab itu, jika education dipahami sama dengan tarbiyah seperti di atas maka pendidikan tidak lebih dari upaya penegembangan fisik dan material, pendidikan hanya melahirkan karakter yang diukur secara kuantitatif seperti yang banyak berkembang saat ini dan ia tidak menyentuh jiwa dan kesadaran manusia untuk mengenal Allah yang telah menciptakan tatanan alam semesta.
Problem dan Solusi
Bagi Prof. Al-Attas, masalah transformasi istilah education ke dalam khazanah bahasa Arab menjadi tarbiyah atau ta’dib tidak perlu dipertentangkan, karena kedua kata tersebut memang memiliki konsep struktur yang sudah berbeda. Secara kualitatif, tarbiyah lebih menekankan aspek rahmah dan bukan pada ilmu, sedangkan ta’dib lebih menekankan pada ilmu dan bukan pada kasih sayang. Konsep struktur ta’dib mengandung belemen ilmu, ’amal dan tarbiyah. Dengan demikian ta’dib lebih tepat dijadikan sebagai terjemahan dari kata education.
Prubahan terminologi ta’dib menjadi tarbiyah membawa pengaruh buruk pada ilmu pengetahuan khususnya dalam dunia pendidikan yakni ilmu kehilangan dimensi adab yang berimplikasi pada hilangnya kebajikan dan keadilan dalam ilmu pengetahuan. Inilah yang berkembang di dunia Islam sat ini. Priode awal Islam, adab merupakan sesuatu yang sangat signifikan dan ikut serta berperan dalam perjalanan sunnah nabi. Ilmu dan ’amal dalam adab selalu berjalan seiring.
Al-Ghazali pernah mengingatkan akan bahaya pergeseran terminologi ma’na hakiki dalam dunia keilmuan Islam yang dimulai dari priode Abbasyiah yang akhirnya ikut mempengaruhi pola pikir kaum Modernis. Al-Ghazali memberi contoh istilah fiqih yang ma’na hakikinya adalah pengetahuan yang menyangkut pandangan agama dan berorientasi pada taqwa, kini telah berubah menjadi jurisprudensi yakni ilmu yang berbicara soal halal dan haram, begitu juga ilmu pengetahuan yang menyangkut tentang Tuhan dan ciptaanNya. Tauhied sebagai ilmu yang berbicara mengenai raalitas spirityual dan kebenaran telah berubah menjadi al-Kalam. Zikir dan Taqdir (do’a dan peringatan) telah berubah menjadi the story telling, reciting peom, esctatis untterance, dan Hikmah (kebajikan) berubah menjadi phisician. Peot, astrolger (ilmu nujum).
Format Sistem Pendidikan Islam
Tujuan mencari ilmu dalam Silam adalah untuk menjadi orang baik, artinya sistem pendidikan Islam harus merefleksikan orang yang baik. Bila Universitas dipandang sebagai suatu sistem pendidikan yang sempurna, maka universitas seharusnya melahirkan manusia yang sempurna atau al-insan al-kamil.
Manusia dipahami sebagai makhluk yang memiliki komponen jiwa dan raga. Jiwanya mengarahkan raganya sebagaimana Tuhan telah mengatur alam yang unoversal. Manusia sebagai suatu unit kasatuan spiritual, phisical faculties dan sanse yang saling berhubungan membimbing kehidupan manusia di dunia. Kehidupan mansuia dijelajahi oleh manusia dengan dua ilmu pengetahuan yakni Wahyu (God givenn knowladge) untuk membimbing jiwa dan rasa, sedangkan acquired knowladge (ilmu perolehan) akan membimbing raga dan rasa. Sedangkan akal berfungsi sebagai penghubung jiwa dan raga karana akal dipandang sebgai substansi spiritual oleh sebab itu akal mampu memahami ralitas spiritual dan kebenaran.
Mempelajari ilmu agama God given knowladge menjadi kaeharusan bagi setiap Muslim, dan harus diajarakan dari sekolah tingkat dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi. Sementara itu acquired knowladge yang mencakup the rational, intelectual, and philosopical sciences, menjadi fardu kifayah.
Daftar Pustaka
Al-Attas, S.N., Yhe Concept of Education in Islam : Fram Rork for an Islamic philosophy of Education. Muslim youth movement of Malaysia (ABIM) A-1 jalan Pantai Baru, Kuala Lumpur. 1980.
Al-Attas, A.N., “Aims and Objectives of Islamic Education”, King Abdulazizi University, Jeddah, 1979.
Abdullah, Abdul Rahman Salih, “Education in Silamic Out look” Ummul Qura University, Makkah Mukarraomah, Faculty of Educational and Psycological Research Center.
Brumbaugh, Robert S. Laurence, Nathaniel M, “The Philosopers of Education” Honghton MifflinCompany, Boston, 1963.
Syarif, M.M. “Islamic Educational Studies”, Institute of Islamic Culture, Cluberoad, Lahore, 1976.
Yamani, Abduh, “Islamic Education and Contemporaray Life and Exigencies Quarterly, The Islamic Academi, 25 Met Calfe Raod, Cambride, CBY 2 DB.
- Maklah Dr. Yusro Kilun (Pengajar Fakultas Dakwah IAIN Sayaif Hidayatullah Jakarta).
A. Pengertian Pendidikan Islam
Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu al-Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-rabb), al-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), al-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal). (Hasan Langgulung : 1988).
1. Istilah al-Tarbiyah
Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar “rabba” (رَبَّى), yurabbi (يُرَبِّى) menjadi “tarbiyah” yang mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik. Dalam statusnya sebagai khalifah berarti manusia hidup di alam mendapat kuasa dari Allah untuk mewakili dan sekaligus sebagai pelaksana dari peran dan fungsi Allah di alam. Dengan demikian manusia sebagai bagian dari alam memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang bersama alam lingkungannya. Tetapi sebagai khalifah Allah maka manusia mempunyai tugas untuk memadukan pertumbuhan dan perkembangannya bersama dengan alam. (Zuhairini, 1995:121).
2. Istilah al-Ta’lim
Secara etimologi, ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Hakekat ilmu pengetahuan bersumber dari Allah SWT. Adapun proses pembelajaran (ta’lim) secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam as oleh Allah SWT, ia menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari penciptanya. Proses pembelajaran ini disajikan dengan menggunakan konsep ta’lim yang sekaligus menjelaskan hubungan antara pengetahuan Adam as dengan Tuhannya. (Jalaluddin, 2001:122).
3. Istilah al-Ta’dib
Menurut al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam adalah al-Ta’dib, konsep ini didasarkan pada hadits Nabi:
اِدَّ بَنِيْ رَبِّى فَأَحْسَنَ تَـأْدِيْبِيْ {رواه العسكرى عن على}
Artinya : “Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku”
(HR. al-Askary dari Ali r.a).
Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.
Dari bahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. (Samsul Nizar, 2002:32).
B. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam
Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.
Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk :
1. Alat untuk memperluas, memelihara, dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan nasional
2. Alat untuk mengadakan perubahan inovasi dan perkembangan.
C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
Menetapkan al-Qur’an dan hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dibolehkan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia. Secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia yang rasional, perasaan dan indra, karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT, baik secara pribadi kontinuitas, maupun seluruh umat manusia. (Samsul Nizar, 2002:38).